Ketika bulan Dzulhijjah tiba, di antara pertanyaan yang sering dilontarkan oleh banyak pihak adalah puasa Arofah itu puasa di hari para jamaah haji berwukuf di Arofah ataukah tanggal 9 Dzulhijjah di masing-masing negara.
Jawaban untuk permasalahan tersebut bisa kita jumpai dalam fatwa Syeikh Ibnu Utsaimin berikut ini. Fatwa ini kami dapatkan di Majmu Fatawa wa Rosail Fadhilah al Syeikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin jilid 20 halaman 47-48, cetakan Dar al Tsuraya Riyadh, cetakan kedua tahun 1426 H.
Syeikh Ibnu Utsaimin mendapat pertanyaan sebagai berikut, “Jika terdapat perbedaan tentang penetapan hari Arofah disebabkan perbedaan mathla’ (tempat terbit bulan) hilal karena pengaruh perbedaan daerah. Apakah kami berpuasa mengikuti ru’yah negeri yang kami tinggali ataukah mengikuti ru’yah Haromain (dua tanah suci)?”
Jawaban beliau:
“Permasalahan ini adalah derivat dari perselisihan ulama apakah hilal untuk seluruh dunia itu satu ataukah berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. Pendapat yang benar, hilal itu berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah.
Misalnya di Mekkah terlihat hilal sehingga hari ini adalah tanggal 9 Dzulhijjah. Sedangkan di negara lain, hilal Dzulhijjah telah terlihat sehari sebelum ru’yah Mekkah sehingga tanggal 9 Dzulhijjah di Mekkah adalah tanggal 10 Dzulhijjah di negara tersebut. Tidak boleh bagi penduduk Negara tersebut untuk berpuasa Arofah pada hari ini karena hari ini adalah hari Iedul Adha di negara mereka.
Demikian pula, jika kemunculan hilal Dzulhijjah di negara itu selang satu hari setelah ru’yah di Mekkah sehingga tanggal 9 Dzulhijjah di Mekkah itu baru tanggal 8 Dzulhijjah di negara tersebut. Penduduk negara tersebut berpuasa Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah menurut mereka meski hari tersebut bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah di Mekkah.
Inilah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini karena Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian melihat hilal Ramadhan hendaklah kalian berpuasa dan jika kalian melihat hilal Syawal hendaknya kalian berhari raya” (HR Bukhari dan Muslim).
Orang-orang yang di daerah mereka hilal tidak terlihat maka mereka tidak termasuk orang yang melihatnya.
Sebagaimana manusia bersepakat bahwa terbitnya fajar serta tenggelamnya matahari itu mengikuti daerahnya masing-masing, demikian pula penetapan bulan itu sebagaimana penetapan waktu harian (yaitu mengikuti daerahnya masing-masing)”.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
oooooooooooooooooo gituuu
Ini adalah masalah ijtihadiah yang menyangkut maslahat banyak orang. Sehingga pendapat yang dipilih oleh pemerintah dalam masalah ini berfungsi menghilangkan khilaf yang ada.
Meski anda memilih pendapat yang anda sebutkan namun dalam prakteknya di Indonesia anda wajib mengikuti keputusan pemerintah RI tentang penetapan tanggal 1 Dzulhijjah dan konsekuensinya yaitu puasa Arafah dan Idul Adha.
syukron
Posting Komentar