Empat 4 hari setelah ibu meninggal, datang Fulanah, yang mengaku bahwa ia adalah ibu kandung saya (biasanya sebelum lebaran, ia selalu datang tiap tahun) dan selama ini ibu saya bilang bahwa Fulanah adalah bekas pembantu yang dulu ikut disini lama, sehingga terjalin hubungan yg baik. Tapi yang membuat suami saya agak marah karena Fulanah menanyakan tentang rumah, mobil, motor dll, dan suami saya marah karena ia anggap kurang etis, berhubung ibu barusan meninggal, namun sudah menanyakan warisan.
Dengan keadaan ini, akhirnya saya tanyakan kepada bulik saya (adik ibu) dan ia jawab bahwa saya sebenarnya adalah anak angkat dan ibu kandung saya adalah Fulanah. Tapi bapak kandung saya menghilang entah kemana. Dan saya diadopsi dari bayi umur kurang dari 6 bulan, sebab Fulanah bingung ditinggal suaminya. Dan atas kesepakatan keluarga pada waktu itu anak di adopsi ibu saya dan ia tidak menuntut apapun.
Dan bulik saya bilang, sesuai dengan Islam bahwa saya dianggap sebagai anak asli dari ibu saya yg meninggal karena ia yg membesarkan dari kecil hingga besar. Sedangkan Fulanah (ibu kandung) cukup dihormati saja dan cukup sekadar tahu kalo ia adalah ibu kandung yg melahirkan saya. Pertanyaan saya ustadz:
- Bagaimana saya harus bersikap terhadap Fulanah, karena saya takut ia akan menuntut macam-macam terhadap saya dan saya juga tidak enak dengan suami dan keluarganya.
- Apa benar perkataan bulik saya, bahwa yang dianggap ibu sebenarnya adalah ibu saya yang sudah meninggal?
Seorang muslimah
ati*****@yahoo.com
Ustadz Ammi Nur Baits menjawab:ati*****@yahoo.com
Alhamdulillah, was shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillah…
Semoga Allah membimbing kita untuk meniti jalan kebenaran, meskipun pahit rasanya.
Pertama, kami menasehatkan agar Ibu selalu bersabar dan tabah dalam menghadapi setiap cobaan. banyak memohon bimbingan kepada Allah, semoga Allah memberikan solusi terbaik bagi setiap masalah yang kita alami
Kedua, dalam setiap permasalahan yang kita tidak ketahui pemecahan dan rincian hukumnya, hendaknya kita tergesa-gesa dalam memutuskan perkaranya, sebelum merujuk pada keterangan Al Qur’an dan sunnah. Hal ini bisa dilakukan dengan meminta bimbingan kepada ahlinya, maksud saya: orang yang paham Al Qur’an dan Sunnah.
Ketiga, jangan mudah mengambil keputusan hanya berdasarkan usulan dan saran orang lain yang sama sekali tidak ada dasarnya. lebih-lebih jika usulan tersebut ditunggangi dengan emosi dan kepentingan pribadi. apapun keadaannya, berusahalah untuk menyesuaikan diri dengan Al Qur’an dan sunnah…
Terkait dengan permasalahan Ibu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Pertama, siapakah Ibu kita?
Semua orang tahu bahwa Ibu adalah wanita yang melahirkan kita. Bahkan dalam hukum fiqh, termasuk ibu adalah wanita yang melahirkan anak meskipun dari hasil hubungan zina. nasab dan hubungan warisnya dinisbahkan kepada ibunya bukan bapaknya. (lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah). Apapun yang terjadi, wanita yang melahirkan kita adalah ibu kita, meskipun kita sudah diadopsi orang lain, bahkan mungkin sejak kita dilahirkan.
Kedua, orang tua yang mengadopsi kita BUKAN orang tua kita. dia hanya sebatas orang tua asuh, yang telah berjasa mendidik kita. bahkan anggapan bahwa orang tua asuh (pengadopsi) adalah orang tua aslinya adalah prinsip masyarakat kafir Jahiliyah. Sebagaimana dijelaskan para ulama ketika menafsirkan surat Al Ahzab, ayat 37. Dan hukum ini telah dihapus dengan datangnya Islam.
Ketiga, karena orang yang mengadopsi bukan orang tua kita maka tidak ada hukum waris dan hukum lainnya, terkait hubungan antara orang tua dan anak. dengan demikian, Ibu secara hukum islam tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua angkat ibu. namun harta peninggalannya, diserahkan kepada ahli waris dari keluarganya. untuk hukum warisan, perlu ada penjelasan tentang siapa saja yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan orang tua angkat Ibu. karena pembagian waris ini telah Allah tetapkan dalam Al Qur’an, dan tidak boleh menyimpang dari itu.
sebagai bahan renungan, berikut kami sebutkan beberapa dalil terkait masalah ini:
Pertama, Islam mengharamkan seseorang untuk menisbahkan dirinya kepada selain orang tuanya.
لَيْسَ مِن رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيهِ وَهْوَ يَعْلَمُهُ إِلاَّ كَفَرَ
“Siapa saja yang mengaku anak orang lain (bukan bapaknnya) dan dia tahu (itu bukan orang tuanya) maka dia telah kafir.” (HR. Al Bukhari – Muslim)
Maksud telah kafir dalam hadis di atas adalah kafir nikmat. artinya, si anak ini tidak tahu berterima kasih kepada bapaknya. bisa juga dimaknai kafir yang mengeluarkan dari islam orang ini meyakini bolehnya menisbahkan diri kepada selain orang tuanya.
Maka jika seseorang diharamkan menisbahkan diri kepada selain bapaknya, demikian juga diharamkan untuk menisbahkan diri kepada selain ibunya.
Kedua, Islam menganjurkan agar seseorang berbakti kepada orang tuanya. bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan keburukan bagi orang yang tidak bisa berbakti kepada orang tuanya.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Celakalah orang, yang ketemu dengan kedua orang tuanya atau salah satunya di usia tua, namun pertemuannya dengan orang tuanya tidak bisa memasukkan dirinya ke dalam surga. kemdian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat mengucapkan Amin.” (HR. At Turmudzi, Al Bazzar & dishahihkan Al Albani)
Sungguh, kesempatan anda bertemu dengan ibu anda adalah satu nikmat yang besar.sangat disayangkan jika itu disia-siakan. anda bisa bayangkan, sejak anda bayi berusia 6 bulan hingga saat ini anda dewasa dan berkeluarga, tidakkah kita ingin bisa memberikan pengabdian kepada orang tua kita… sesungguhnya kemuliaan anak adalah ketika dia bisa berbakti kepada orang tuanya.
Ketiga, siapapun ibu kita, dia memiliki jasa yang besar kepada kita.
Suatu hari, Ibnu Umar bin Khottob melihat seorang yang menggendong ibunya sambil thawaf di Ka’bah. Orang tersebut lalu berkata kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?” Ibnu Umar menjawab, “Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.” (Diambil dari kitab al-Kabair karya adz-Dzahabi)
Kita tidak pernah tahu bagaimana keadaan Ibu kita ketika melahirkan kita…berapa kali rintihan dan erangan yang beliau lakukan ketika melahirkan kita. sanggpkah kita membalas jasanya…jika dengan menggendong ibu sambil thawaf di ka’bah tidak bisa menggantikan satu rintihan kesakitan ibu ketika melahirkan…
Jika Fulanah betul-betul ibu anda, beliau-lah yang lebih layak dengan anda dari pada orang lain yang bukan orang tua anda. beliau lebih untuk mendapatkan harta anda dari pada orang lain, beliau lebih layak untuk mendapat nafkah dari anaknya dari pada orang lain…
Bagaimana dengan orang tua angkat yang mengadopsi kita?
Kita tidak boleh menganggap orang tua yang mengasuh kita menjadi tidak berarti. beliau memiliki jasa besar kepada kita. mengasuh, mendidik, dan membesarkan. kita menghormati beliau sebatas jasanya… dan sekali lagi HARAM hukumnya menganggap bahwa mereka adalah orang tua kita.
Sikap yang selanjutnya anda lakukan:
Selanjutnya, anda dudukkan masalah ini di hadapan suami anda dan bibik dari ibu angkat anda. selayaknya sebagai suami yang baik, dia menghormati orang tua istrinya yang asli.
Agar suami dan bibik bisa memahami perkara ini sesuai dengan hukum islam. kita semua tidak ingin terjadi permasalahan, lebih-lebih sengketa antara suami & bibi dengan ibu anda. semoga Allah memberi taufik kepada kita semua…
Tentang warisan orang tua angkat:
a. Jika anda dan ibu anda tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan ibu angkat anda maka anda dan ibu anda, tidak memiliki hak warisan. jika kita berani mengambil, berarti kita mengambil harta orang lain tanpa alasan dan itu HARAM
b. untuk rincian siapa saja yang berhak mendapat warisan dari ortu angkat anda maka perlu rincian siapa saja yang menjadi keluarga dan memiliki hubungan darah dengan ortu angkat anda.
Allahumma waffiqnaa…
Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar